Konsep Merdeka Belajar, maka pada uraian penjelasannya akan
ditulis secara runtut dimulai dari sisi payung hukum yang mendasari upaya
mewujudkan kualitas SDM sebagaimana tujuan kebijakan Merdeka Belajar, diikuti
dengan isi pokok merdeka belajar itu sendiri, lalu konsep Merdeka Belajar
dikaji secara teori atau definisinya, dan diakhiri dengan tanggapan penilaian
sebagai masukan, serta harapan dari digulirkannya kebijakan merdeka
belajar.
Dasar hukum yang menyertai upaya meningkatkan kualitas SDM
Indonesia dilandasi tanggungjawab untuk menjalankan amanat: (a) Pembukaan UUD
1945 alinea IV: dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (b) Pasal 31, pada
ayat 3, yang menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
suatu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
(c) UU Sisdiknas Tahun 2003; menimbang bahwa sistem pendidikan nasional harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan; dan (d) UU Sisdiknas tahun 2003, Pasal 3: menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab; dan (e). Nawacita kelima untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia
Pentingnya memiliki SDM unggul merupakan solusi dalam
menyelesaikan permasalah bangsa, sebagaimana disampaikan oleh Mendikbud, bahwa:
“Apapun kompleksitas masa depan, kalau SDM kita bisa menangani kompleksitas
maka itu tidak menjadi masalah” (FORWAS Edisi ke-3/2019). Tentu SDM yang
dikehendaki merupakan kapital intelektual yang memiliki keunggulan kompetitif
dan komperatif, serta siap menghadapi era globalisasi. Apalagi saat ini bangsa
Indonesia dihadapkan pada tantangan eksternal berupa hadirnya Revolusi industri
4.0 yang bertumpu pada cyber-physical system, dengan didukung oleh kemajuan
teknologi, basis informasi, pengetahuan, inovasi, dan jejaring, yang menandai
era penegasan munculnya abad kreatif. Tantangan lainnya yang bersifat internal,
berupa gejala melemahnya mentalitas anak-anak bangsa sebagai dampak maraknya
simpul informasi dari media sosial. Menghadapi tantangan itu semua tentu harus
diimbangi dengan pendidikan yang bermutu supaya dapat menjamin tumbuh
kembangnya SDM yang berkualitas, yang bisa bertindak cepat, tepat, dan mampu
beradaptasi dengan baik dalam mengantisipasi sekaligus mengatasi dampak negatif
dari gelombang perubahan besar tersebut. Namun sayangnya kondisi pendidikan
kita belum menunjukkan hasil yang memuaskan, salah satu indikatornya berdasarkan data skor PISA (Programme for
International Students Assessment) tahun 2015 pada tingkat literasi yang
meliputi tiga aspek; membaca, kemampuan matematika, dan kemampuan sain, masih
berada pada peringkat 10 besar terbawah yaitu peringkat ke-62 dari 72 negara
anggota OECD (Orgnization for Economic Cooperation and Development), kita masih
kalah dari negara Vietnam (Kompasiana, 16/12/ 2018).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) selaku
leading sektor pendidikan nasional yang berperan penting dalam mewujudkan
kualitas SDM Indonesia, menindaklanjutinya dengan mengeluarkan berbagai
kebijakan penting, diantaranya kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”, yang
digulirkan oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim sebelum 100 hari sejak dilantik
pada 23 Oktober 2019 lalu menjadi menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo,
dimana target pemerintahan periode kedua Jokowi tersebut memfokuskan diri
pada pembangunan sumber daya manusia
sebagaimana diamanatkan dalam Nawacita kelima, untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia Indonesia.
Program Merdeka Belajar menurut Mendikbud akan menjadi arah
pembelajaran ke depan yang fokus pada meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, sebagaimana arahan bapak presiden dan wakil presiden (dikutip dari
situs web kemendikbud.go.id, Rabu, 11/12). Selanjutnya dijelaskan oleh Kepala
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Ade Erlangga, Merdeka Belajar merupakan
permulaan dari gagasan untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional yang
terkesan monoton. Merdeka Belajar menjadi salah satu program untuk menciptakan
suasana belajar di sekolah yang bahagia suasana yang happy, bahagia bagi
peserta didik maupun para guru. Makanya tag-nya merdeka belajar. Adapun yang
melatarbelakangi diantaranya banyak keluhan para orangtua pada sistem
pendidikan nasional yang berlaku selama ini. Salah satunya ialah keluhan soal
banyaknya siswa yang dipatok dengan nilai-nilai tertentu
(https://mediaindonesia.com/read/detail/278427). Ditambahkan pula bahwa program
Merdeka Belajar merupakan bentuk penyesuaian kebijakan untuk mengembalikan
esensi dari asesmen yang semakin dilupakan. "Konsepnya, mengembalikan
kepada esensi undang-undang kita untuk memberikan kemerdekaan sekolah
menginterpretasi kompetensi-kompetensi dasar kurikulum, menjadi penilaian
mereka sendiri, seperti disampaikan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen
GTK) Kemendikbud Supriano (https://www.alinea.id/nasional/merdeka-belajar).
Program pendidikan “Merdeka Belajar” meliputi empat pokok kebijakan, antara lain: 1) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN); 2) Ujian Nasional (UN); 3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaan (RPP), dan 4) Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi. Bila dicermati dari isi pokok kebijakan merdeka belajar jelas lebih difokuskan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, meskipun pada perkembangan selanjutnya berdimensi juga ke jenjang pendidikan tinggi (Dikti) melalui program “Kampus Merdeka”. Pastinya program “Merdeka Belajar” bukanlah sebuah kebijakan yang secara tiba-tiba muncul, melainkan melalui serangkaian proses yang panjang dan matang, setelah beberapa waktu lalu pasca dilantik menjadi Mendikbud banyak melakukan kajian komprehensif dengan mengundang dan mendatangi para pakar pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru-guru, organisasi profesi guru dan lain sebagainya, untuk mendengar berbagai masukan terkait permasalahan praktik pendidikan. Lebih jelasnya lagi keempat prinsip merdeka belajar tersebut diuraian sebagai berikut.
Pertama; USBN 2020. Berdasarkan Permendikbud Nomor 43 Tahun
2019, tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselengarakan Satuan Pendidikan dan
Ujian Nasional, khususnya pada Pasal 2,
ayat 1; menyatakan bahwa ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
merupakan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan yang bertujuan untuk
menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
Selanjutnya dijelaskan pada Pasal 5, ayat 1, bahwa; bentuk ujian yang
diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan berupa portofolio, penugasan, tes
tertulis, atau bentuk kegiatan lain yang ditetapkan Satuan Pendidikan sesuai
dengan kompetensi yang diukur berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
Ditambahkan pula pada penjelasan Pasal 6, ayat 2, bahwa; untuk kelulusan
peserta didik ditetapkan oleh satuan pendidikan/program pendidikan yang
bersangkungan. Dengan demikian jika
melihat isi Permendikbud tersebut menunjukkan, bahwa Guru dan sekolah lebih
merdeka untuk menilai hasil belajar siswa.