Selasa, 15 Februari 2022

Merdeka Belajar Hal. 3

 


Supaya lebih memahami konsep merdeka belajar sebagaimana telas dikupas tuntas di atas, ada baiknya konsep Merdeka Belajar juga dikaji secara teoritis berdasarkan terminologi arti kata “Merdeka” dan  konsep “Belajar” itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Merdeka memiliki tiga pengertian: (1) bebas (dari perhambatan, penjajahan dan sebagainya), berdiri sendiri; (2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; (3) tidak terikat, tidak oleh tergantung kepada orang atau pihak tertentu. Adapun konsep “Belajar” menurut  Sagala (2006), dapat dipahami sebagai usaha atau berlatih supaya mendapatkan suatu kepandaian. Ditambahkan pula menurut Sudjana (2013), belajar bukan semata kegiatan menghafal dan bukan mengingat. Belajar adalah; (1) suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, dapat ditunjukkan seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan, dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada ada individu; (2) belajar adalah proses aktif, proses berbuat melalui berbagai pengalaman; (3) belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu; (4) Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan; dan (5) Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Jadi apabila kita berbicara tentang belajar, maka prinsipnya berbicara bagaimana mengubah tingkah laku seseorang.

Berdasarkan kajian teori tersebut diatas maka konsep Merdeka dan Belajar menurut hemat penulis dapat dipersepsikan sebagai upaya untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang bebas untuk berekspresi, bebas dari berbagai hambatan terutama tekanan psikologis. Bagi guru dengan memiliki kebebasan tersebut lebih fokus untuk memaksimalkan pada pembelajaran guna mencapai tujuan (goal oriented) pendidikan nasional, namun tetap dalam rambu kaidah kurikulum. Bagi siswa bebas untuk berekspresi selama menempuh proses pembelajaran di sekolah, namun tetap mengikuti kaidah aturan di sekolah. Siswa bisa lebih mandiri, bisa lebih banyak belajar untuk mendapatkan suatu kepandaian, dan hasil dari proses pembelajaran tersebut siswa berubah secara pengetahuan, pemahaman, sikap/karakter, tingkah laku, keterampilan, dan daya reaksinya, sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam tujuan UU Sisdiknas Tahun 2003, yakni; untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Hal lain yang menariknya lagi bahwa semangat Program Merdeka Belajar ternyata jika dihubungkan dengan gagasan pemikiran Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara menunjukkan adanya benang merah keterkaitannya, antara lain: (1) diantara salah satu dari  lima dasar pendidikan mengajarkan untuk menjunjung tinggi kemerdekaan; (2) kemerdekaan diri harus diartikan swadisiplin atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Kemerdekaan harus juga menjadi dasar untuk mengembangkan pribadi yang kuat dan selaras dengan masyarakat (dalam Afifuddin, 2007); dan (3) Implementasinya dalam hal pendidikan dan pengajaran, bahwa pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir, sedangkan  merdekanya hidup batin terdapat dari pendidikan (https://www.finansialku.com/hari-pendidikan-nasional-ki-hajar-dewantara/). Dengan demikian ternyata banyak hal tentang dasar-dasar pendidikan yang diajarkan beliau masih relevan dengan kondisi kekinian termasuk konsep Merdeka Belajar.

Dari apa yang telah didalami konsep Merdeka Belajar dilihat dari maksud tujuan, isi, dan teorinya, serta diskusi dengan pakar serta praktisi pendidikan, maka sebagai catatan penulis terhadap program Merdeka Belajar, penilaiannya antara lain: Pertama, secara juridis;  pentingnya landasan hukum untuk menguatkan kebijakan pendidikan Merdeka Balajar, khusus pada wacana mengganti UN dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakater ditahun 2021, dengan tetap memperhatikan regulasi yang ada diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015, mengenai Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang intinya masih mengatur terkait pelaksanan UN, beserta nomenklaturnya; Kedua, terkait Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter; (a) Meskipun ini masih dalam proses pematangan, karena nantinya guru yang bakal melaksanakannya, penting untuk adanya panduan dalam memahami betul apa yang dimaksud Asesmen Kompetensi Minimum, serta kejelasan  teknis survei karakter; dan (b) termasuk pula  panduan untuk soal literasi dan numerasi nanti; Ketiga, terkait  RPP; (a) disederhanakannya RPP jelas akan mengurangi beban administrasi guru, namun dengan memberikan kebebasan kepada guru dalam menyusun RPP dirasa sangat riskan, mengingat guru selama ini sangat bergantung pada petunjuk teknis, disamping guru-guru selama ini umumnya belum maksimal membuat RPP secara mandiri, lebih pada copypaste; dan (b) mempertimbangkan bahwa kondisi kompetensi guru di daerah yang masih banyak ketimpangan, perlu dilakukan pelatihan yang terus-menerus termasuk didalamnya menyusun RPP.

Tentu kita menyambut baik, mengapresiasi, dan optimis apa yang digagas oleh Mendikbud Nadiem Makarim yang telah berupaya keras untuk melakukan berbagai terobosan inovasi pendidikan sebagai reformasi guna majunya pendidikan di tanah air, karena tidak mudah dalam menciptakan sebuah formula dalam menjawab tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan saat ini. Sekarang tinggal bagaimana meminimalisir dampak dari kebijakan tersebut. Kita berharap dengan kebijakan pendidikan Merdeka Belajar sebagai program baru bagi arah pembelajaran ke depan tidaklah menjadi hal berbenturan, bahkan sebaliknya menjadi sebuah kebijakan yang terkorelasi dengan program-program pendidikan sebelumnya, seperti; Sekolah Ramah Anak (SRA), Sekolah Sehat, Sekolah Bebas dari Perundungan (bully), Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Penguatan Pendidikan Karakter seperti toleransi, saling menghargai, saling menghormati, dan Pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Kiranya bisa disimpulkan bahwa kebijakan pendididikan Merdeka Belajar merupakan sebuah Grand design pendidikan nasional yang bertujuan untuk perubahan secara fundamental dalam mengakselari lahirnya SDM Indonesia Unggul, berkarakter, cerdas, dan berdaya saing. Mengingat pada kondisi sekarang ini begitu mendesak tuntutan untuk melakukan investasi besar-besaran pada pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM), karena salah satu targetnya adalah guna mempersiapkan Generasi Emas 2045, menyambut 100 tahun Indonesia merdeka, dengan capaian tingkat kesejahteraan, keharkatan, dan kemartabatan yang tinggi sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Akhirnya mari kita jadikan kebijakan program Merdeka Belajar sebagai tonggak bagi majunya pendidikan di Indonesia, sekaligus bagi majunya bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang unggul di berbagai bidang.

R. Suyato Kusumaryono - Staf Bagian Hukum, Tata Laksana, dan Kepegawaian, Setditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbud.

Sumber resmi : https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/merdeka-belajar

Sebelumnya...

Terima kasih.

Jika artikel di atas bermanfaat, silakan ikuti dan beri komentar

Merdeka Belajar Hal. 2


Kedua; UN adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi lulusan pada mata pelajaran tertentu secara nasional dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan. Merupakan penilaian hasil belajar oleh pemerintah pusat yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu (Permendikbud No. 43 Tahun 2019). Terkait untuk pelaksanaan UN tahun 2020, sebagaimana disampaikan Mendikbud merupakan kegiatan UN yang terakhir kalinya, selanjutnya ditahun 2021 mendatang UN akan digantikan dengan  istilah lain yaitu Asesmen Kompetensi Minimun dan Survey Karakter. Asesmen dimaksudkan untuk mengukur kemampuan peserta didik untuk bernalar menggunakan bahasa dan literasi, kemampuan bernalar menggunakan matematika atau numerasi, dan penguatan pendidikan karakter. Adapun untuk teknis pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan ditengah jenjang sekolah. Misalnya di kelas 4, 8, 11, dengan maksud dapat mendorong guru dan sekolah untuk memetakan kondisi pembelajaran, serta mengevaluasi sehingga dapat  memperbiki mutu pembelajaran.  Dengan kata lain, agar bisa diperbaiki kalau ada hal yang belum tercapai. Sebagai catatan hasil ujian ini tidak digunakan  sebagai tolok ukur seleksi siswa kejenjang berikutnya. Adapun untuk standarisasi ujian, arah kebijakan ini telah mengacu pada level internasional, mengikuti  tolok ukur penilain yang termuat dalam Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), tetapi penuh dengan kearifan lokal (Media Indonesia, 12/12/2019). Untuk kompetensi PISA lebih difokuskan pada penilaian kemampuan membaca, matematika, dan sains, yang diberlakukan pada negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), sedangkan untuk kompetensi TIMSS lebih menekankan pada penilaian kemampuan  matematika, dan sains, sebagai indikator kualitas pendidikan, yang tergabung dalam wadah International Association for the Evaluation of Educational Achievement, berpusat di Boston, Amerika Serikat (Koran Tempo, 12/12/2019).


Terkait Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, dimaksudkan supaya setiap sekolah bisa menentukan model pembelajaran yang lebih cocok untuk murid-murid, daerah, dan kebutuhan pembelajaran mereka, serta Asesmen Kompetensi Minimum tidak sekaku UN, seperti yang disampaikan Dirjen GTK Supriano (https://www.alinea.id/nasional/merdeka-belajar). Selanjutnya untuk aspek kognitif Asessmen Kompetensi Minimum, menurut Mendikbud materinya dibagi dalam dua bagian: (1) Literasi; bukan hanya kemampuan untuk membaca, tapi juga kemampuan menganalisa suatu bacaan, kemampuan memahami konsep di balik tulisan tersebut; (2) Numerasi; berupa kemampuan menganalisa, menggunakan angka-angka. Jadi ini bukan berdasarkan mata pelajaran lagi, bukan penguasaan konten, atau materi. Namun ini didasarkan kepada kompetensi dasar yang dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar, apapun mata pelajarannya (Media Indonesia, 12/12/2019).

Ketiga; Dalam hal RPP, berdasarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019, tentang Penyederhanaan RPP, isinya meliputi: (1) penyusunan RPP dilakukan dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada siswa; (2) Dari 13 komponen RPP yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, yang menjadi komponen inti adalah tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (assesment) yang wajib dilaksanakan oleh guru, sedangkan sisanya hanya sebagai pelengkap; dan (3) Sekolah, Kelompok Guru Mata Pelajaran dalam sekolah, Kelompok Kerja Guru/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG/MGMP) dan individu guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP secara mandiri untuk sebesar-besarnya keberhasilan belajar siswa. Adapun RPP yang telah dibuat dapat digunakan dan dapat disesuaikan dengan ketentuan sebagaaimana maksud pada angka 1, 2, dan 3.

Bila dicermati dari keseluruhan isi surat edaran mendikbud tersebut, dapat dimaknai bahwa penyusunannya lebih disederhanakan dengan memangkas beberapa komponen. Guru diberikan keleluasaan dalam proses pembelajaran untuk memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP, sebab gurulah yang mengetahui kebutuhan siswa didiknya dan kebutuhan khusus yang diperlukan oleh siswa di daerahnya, karena karakter dan kebutuhan siswa di masing-masing daerah bisa berbeda. Untuk penulisan RPP-nya supaya lebih efisiensi dan efektif, cukup dibuat ringkas bisa dalam satu halaman, sehingga guru tidak terbebani oleh masalah administrasi yang rijit. Diharapkan melalui kebebasan menyusun RPP kepada guru, siswa akan lebih banyak berinteraksi secara aktif, dinamis, dengan model pembelajaran yang tidak kaku.

Keempat; Untuk PPDB, berdasarkan Permendikbud baru Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB 2020, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 11, dalam persentase pembagiannya meliputi: (1) untuk jalur zonasi paling sedikit 50 persen; (2) jalur afirmasi paling sedikit 15 persen; (3) jalur perpindahan tugas orang tua/wali lima persen; dan (4) jalur prestasi (sisa kuota dari pelaksanaan jalur zonasi, afirmasi dan perpindahan orang tua /wali (0-30 persen). Jelas ini berbeda dengan kebijakan PPDB  pada tahun-tahun sebelumnya, setidaknya terdapat dua hal penting:  (1) kuota penerimaan siswa baru lewat jalur berprestasi, semula 15 persen, sekarang menjadi 30 persen; dan (2) adanya satu penambahan baru jalur PPDB, yaitu melalui jalur afirmasi, yang ditujukan terutama  bagi mereka yang memegang Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dengan demikian untuk PPDB 2020 masih tetap menggunakan sistem zonasi, akan tetapi dalam pelaksanaannya lebih bersifat fleksibel, dengan maksud agar dapat mengakomodir ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Terpenting dalam prorporsi finalisasinya, daerah berwenang untuk menentukan dan menetapkan wilayah zonasinya. Secara umum sistem zonasi dalam PPDB itu sudah baik, karena dapat mendorong hilangnya diskriminasi bagi anggota masyarakat untuk bersekolah di sekolah-sekolah terbaik.

Selanjutnya....                                                                                            Sebelumnya...

https://gtk.kemdikbud.go.id/category/guru-berbagi


MERDEKA BELAJAR

 


Konsep Merdeka Belajar, maka pada uraian penjelasannya akan ditulis secara runtut dimulai dari sisi payung hukum yang mendasari upaya mewujudkan kualitas SDM sebagaimana tujuan kebijakan Merdeka Belajar, diikuti dengan isi pokok merdeka belajar itu sendiri, lalu konsep Merdeka Belajar dikaji secara teori atau definisinya, dan diakhiri dengan tanggapan penilaian sebagai masukan, serta harapan dari digulirkannya kebijakan merdeka belajar. 

Dasar hukum yang menyertai upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia dilandasi tanggungjawab untuk menjalankan amanat: (a) Pembukaan UUD 1945 alinea IV: dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (b) Pasal 31, pada ayat 3, yang menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (c) UU Sisdiknas Tahun 2003; menimbang bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan; dan (d) UU Sisdiknas tahun 2003, Pasal 3: menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab; dan (e). Nawacita kelima untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia

Pentingnya memiliki SDM unggul merupakan solusi dalam menyelesaikan permasalah bangsa, sebagaimana disampaikan oleh Mendikbud, bahwa: “Apapun kompleksitas masa depan, kalau SDM kita bisa menangani kompleksitas maka itu tidak menjadi masalah” (FORWAS Edisi ke-3/2019). Tentu SDM yang dikehendaki merupakan kapital intelektual yang memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif, serta siap menghadapi era globalisasi. Apalagi saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan eksternal berupa hadirnya Revolusi industri 4.0 yang bertumpu pada cyber-physical system, dengan didukung oleh kemajuan teknologi, basis informasi, pengetahuan, inovasi, dan jejaring, yang menandai era penegasan munculnya abad kreatif. Tantangan lainnya yang bersifat internal, berupa gejala melemahnya mentalitas anak-anak bangsa sebagai dampak maraknya simpul informasi dari media sosial. Menghadapi tantangan itu semua tentu harus diimbangi dengan pendidikan yang bermutu supaya dapat menjamin tumbuh kembangnya SDM yang berkualitas, yang bisa bertindak cepat, tepat, dan mampu beradaptasi dengan baik dalam mengantisipasi sekaligus mengatasi dampak negatif dari gelombang perubahan besar tersebut. Namun sayangnya kondisi pendidikan kita belum menunjukkan hasil yang memuaskan, salah satu indikatornya  berdasarkan data skor PISA (Programme for International Students Assessment) tahun 2015 pada tingkat literasi yang meliputi tiga aspek; membaca, kemampuan matematika, dan kemampuan sain, masih berada pada peringkat 10 besar terbawah yaitu peringkat ke-62 dari 72 negara anggota OECD (Orgnization for Economic Cooperation and Development), kita masih kalah dari negara Vietnam (Kompasiana, 16/12/ 2018).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) selaku leading sektor pendidikan nasional yang berperan penting dalam mewujudkan kualitas SDM Indonesia, menindaklanjutinya dengan mengeluarkan berbagai kebijakan penting, diantaranya kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”, yang digulirkan oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim sebelum 100 hari sejak dilantik pada 23 Oktober 2019 lalu menjadi menteri Pendidikan dan Kebudayaan  pada pemerintahan Presiden Joko Widodo, dimana target pemerintahan periode kedua Jokowi tersebut memfokuskan diri pada  pembangunan sumber daya manusia sebagaimana diamanatkan dalam Nawacita kelima, untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

Program Merdeka Belajar menurut Mendikbud akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana arahan bapak presiden dan wakil presiden (dikutip dari situs web kemendikbud.go.id, Rabu, 11/12). Selanjutnya dijelaskan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Ade Erlangga, Merdeka Belajar merupakan permulaan dari gagasan untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional yang terkesan monoton. Merdeka Belajar menjadi salah satu program untuk menciptakan suasana belajar di sekolah yang bahagia suasana yang happy, bahagia bagi peserta didik maupun para guru. Makanya tag-nya merdeka belajar. Adapun yang melatarbelakangi diantaranya banyak keluhan para orangtua pada sistem pendidikan nasional yang berlaku selama ini. Salah satunya ialah keluhan soal banyaknya siswa yang dipatok dengan nilai-nilai tertentu (https://mediaindonesia.com/read/detail/278427). Ditambahkan pula bahwa program Merdeka Belajar merupakan bentuk penyesuaian kebijakan untuk mengembalikan esensi dari asesmen yang semakin dilupakan. "Konsepnya, mengembalikan kepada esensi undang-undang kita untuk memberikan kemerdekaan sekolah menginterpretasi kompetensi-kompetensi dasar kurikulum, menjadi penilaian mereka sendiri, seperti disampaikan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Supriano (https://www.alinea.id/nasional/merdeka-belajar).


Program pendidikan “Merdeka Belajar” meliputi empat pokok kebijakan, antara lain: 1) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN); 2) Ujian Nasional (UN); 3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaan (RPP), dan 4) Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi. Bila dicermati dari isi pokok kebijakan merdeka belajar jelas lebih difokuskan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, meskipun pada perkembangan selanjutnya berdimensi juga ke jenjang pendidikan tinggi (Dikti) melalui program “Kampus Merdeka”. Pastinya program “Merdeka Belajar” bukanlah sebuah kebijakan yang secara tiba-tiba muncul, melainkan melalui serangkaian proses yang panjang dan matang, setelah beberapa waktu lalu pasca dilantik menjadi Mendikbud banyak melakukan kajian komprehensif dengan mengundang dan mendatangi para pakar pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru-guru, organisasi profesi guru dan lain sebagainya, untuk mendengar berbagai masukan terkait permasalahan praktik pendidikan. Lebih jelasnya lagi keempat prinsip merdeka belajar tersebut diuraian sebagai berikut.

Pertama; USBN 2020. Berdasarkan Permendikbud Nomor 43 Tahun 2019, tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselengarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional,  khususnya pada Pasal 2, ayat 1; menyatakan bahwa ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan merupakan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan yang bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Selanjutnya dijelaskan pada Pasal 5, ayat 1, bahwa; bentuk ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan berupa portofolio, penugasan, tes tertulis, atau bentuk kegiatan lain yang ditetapkan Satuan Pendidikan sesuai dengan kompetensi yang diukur berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. Ditambahkan pula pada penjelasan Pasal 6, ayat 2, bahwa; untuk kelulusan peserta didik ditetapkan oleh satuan pendidikan/program pendidikan yang bersangkungan.  Dengan demikian jika melihat isi Permendikbud tersebut menunjukkan, bahwa Guru dan sekolah lebih merdeka untuk menilai hasil belajar siswa.

Selanjutnya....

https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/kurikulum-merdeka-jadi-jawaban-untuk-mengatasi-krisis-pembelajaran

Berpikir Komputasional

 Sejarah Singkat Berpikir Komputasional

Istilah computational thinking atau berpikir komputasional pertama kali dikenalkan oleh Seymor Papert pada tahun 1980 dan 1996. Di tahun 2014, pemerintah Inggris memasukkan materi pemrograman ke dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah, tujuannya bukan untuk mencetak pekerja software (programmer) secara massif tetapi untuk mengenalkan Computational thinking (CT) sejak dini kepada siswa. Pemerintah Inggris percaya Computational thinking (CT) dapat membuat siswa lebih cerdas dan membuat mereka lebih cepat memahami teknologi yang ada di sekitar mereka.


Apa itu berpikir komputasional ?

Berpikir komputasional atau computational thinking merupakan cara berpikir untuk melihat suatu masalah dan menemukan solusi secara sistematis hingga dapat dipahami oleh manusia, komputer, atau keduanya. 




Terdapat 4 fondasi berpikir komputasional : 
  • Dekomposisi 
  • Pengenalan Pola 
  • Abstraksi 
  • Penyusunan Algoritma 
Dekomposisi : kemampuan memecah data, proses atau masalah (kompleks) menjadi bagianbagian yang lebih kecil yang terstruktur atau menjadi tugas-tugas yang mudah dikelola. Misalnya memilah ‘Drive/Direktori’ dalam sebuah komputer berdasarkan komponen penyusunnya: File dan Direktori.
Pengenalan pola : kemampuan untuk melihat persamaan atau bahkan perbedaan pola, tren dan keteraturan dalam data yang nantinya akan digunakan dalam membuat prediksi dan penyajian data. Misalnya mengenali pola jenis file dari ekstensinya, seperti file sistem, file eksekusi, atau file data.
Abstraksi : melakukan generalisasi dan mengidentifikasi prinsip-prinsip umum yang menghasilkan pola, tren dan keteraturan tersebut. Misalnya dengan menempatkan semua file sistem di folder Windows, file program di folder Program Files, file dokumen di Folder My Document dan file pendukung di drive atau direktori terpisah. 
Algoritma : mengembangkan petunjuk pemecahan masalah yang sama secara step-by-step, langkah demi langkah, tahapan demi tahapan sehingga orang lain dapat menggunakan langkah atau informasi tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang sama 

Karakteristik berpikir komputasional adalah: 

  1. Mampu memberikan pemecahan masalah menggunakan komputer atau perangkat lain 
  2. Mampu mengorganisasi dan menganalisa data 
  3. Mampu melakukan representasi data melalui abstraksi dengan suatu model atau simulasi 
  4. Mampu melakukan otomatisasi solusi melalui cara berpikir algoritma 
  5. Mampu melakukan identifikasi, analisa dan implementasi solusi dengan berbagai kombinasi langkah / cara dan sumber daya yang efisien dan efektif 
  6. Mampu melakukan generalisasi solusi untuk berbagai masalah yang berbeda

Senin, 14 Februari 2022

Perbedaan Kurikulum -13 & Kurikulum Merdeka

 


S

ebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran, Kurikulum Merdeka dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi murid. Karakteristik utama dari kurikulum ini yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah:

  • Pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila
  • Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
  • Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.


Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

Projek penguatan profil pelajar Pancasila memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan, mengembangkan keterampilan, serta menguatkan pengembangan enam dimensi profil pelajar Pancasila. Melalui projek ini, peserta didik memiliki kesempatan untuk mempelajari secara mendalam tema-tema atau isu penting seperti gaya hidup berkelanjutan, toleransi, kesehatan mental, budaya, wirausaha, teknologi, dan kehidupan berdemokrasi. Projek ini melatih peserta didik untuk melakukan aksi nyata sebagai respon terhadap isu-isu tersebut sesuai dengan perkembangan dan tahapan belajar mereka. Projek penguatan ini juga diharapkan dapat menginspirasi peserta didik untuk memberikan kontribusi dan dampak bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Panduan dan contoh projek penguatan profil pelajar Pancasila dapat diakses dalam link : Merdeka Mengajar.

Jika suka dan bermanfaat artikel di atas, silakan beri komentardan ikuti blog kami..
Terima kasih.
























Senin, 07 Februari 2022

Prestasi anak Skwada 2021

Renata Cahaya Shuhada adalah figur Anak Skwada yang telah menorehkan prestasi mewakili kabupaten di tingkat Propinsi untuk cabang olah raga beladiri karate 
Saat ini Kak Renata duduk di bangku kelas 9 c SMPN 2 KWADUNGAN, dan tetap aktif dengan disiplin ilmunya baik akademis maupun non akademik, khususnya Olahraga beladiri karate. Sukses selalu ya kak....
Video Latihan Kak Renata...
Renata Cahaya Shuhada

Suka artikel di atas, silakan ikuti blog kami, beri komentar berupa saran dan kritik yang membangun...Terima kasih.


Kamis, 03 Februari 2022

Formulir calon Peserta Didik Baru


 Berikut kami lampirkan Formulir Data Calon Peserta Didik SMPN 2 Kwadungan Tahun Pelajaran 2022 - 2023 

Link formulir : https://forms.gle/mrBiUuo8LqpLKfcP9

Silakan kalian mengisi link di atas ATAU menghubungi nomor WA berikut :

Rany Krisnasari, S.E : 082323421601

Heru Purwoko, S.Pd. : 081556455838

Budhi Prasetyo Haryono, S.Kom. : 087759299910

Mbak Chalisa : 082139824095

Mbak Dheva : 085606340876




Pelantikan Pengurus OSIS SMPN 2 Kwadungan TP. 2021-2022

Upacara Pelantikan Pengurus OSIS SMPN 2 Kwadungan
Tahun Pelajaran 2021 - 2022


Senin, 24 Januari 2022, SMPN 2 Kwadungan seperti biasanya mengadakan upacara bendera sebagai penghormatan dan menghargai simbol negara yaitu sang saka Merah-Putih, Pancasila dan priambole/ Pembukaan UUD 1945, serta mengenang jasa-jasa para pahlawan kemerdekaan.

Namun ada perbedaan dalam pelaksanaan kali ini, yaitu disertakannya pelantikan pengurus OSIS SMPN 2 KWADUNGAN.

Ø    Tanggung Jawab pembinaan kesiswaan di sekolah dilakukan oleh Kepala Sekolah, kegiatan sehari-hari dilakukan oleh Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan dan atau guru yang ditugaskan

Ø    Organisasi Siswa Intra Sekolah (disebut OSIS) adalah Pusat Kegiatan Pembinaan Kesiswaan disekolah untuk pengembangan minat, bakat serta potensi Siswa. OSIS adalah sebuah Lembaga Resmi satu-satunya disekolah yang diakui oleh Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia sejak 23 Maret 1970

Di masa pandemic ini, maka pemilihan ketua dan wakil ketua berdasarkan penunjukan perwakilan dari kelas 7 (4 rombel) dan kelas 8(4 rombel) terdiri dari 5 siswa terpilih mewakili kelasnya masing-masing.


Kemudian dilakukan seleksi kepemimpinan di mulai tanggal 11-24 Desember 2021. Dan penetapan ketua dan wakil ketua OSIS SMPN 2 KWADUNGAN Tahun Pelajaran 2021 – 2022  terpilih, pada tanggal 6 Januari 2022 sebagai berikut:




SUSUNAN PENGURUS OSIS SMPN 2 KWADUNGAN
Tahun Pelajaran 2021 - 2022

Ketua                                  :   DEVHA WARDANI 
                                                KELAS: 8B


Wakil Ketua                        :   BINTANG EDYPRUTANTO 
                                                KELAS : 7C


Sekretaris                            :   CAHAYA KUSUMA 
                                                KELAS : 8C


Wakil Sekretaris                  :   CHAINEZ HANNASATYA TAMA 
                                                 KELAS : 7C


Bendahara                           :   DAFINA PASA EVARIANTI 
                                                KELAS :8A


Wakil Bendahara                 :   TINA RAHAYU 
                                                 KELAS : 7D



Cari Blog Ini

Hari Ulang Tahun ke-19 SMPN 2 Kwadungan

 19 Th. SMPN 2 KWADUNGAN Plakat Berdirinya SMPN 2 Kwadungan Tak terasa 19 tahun berdiri, SMPN 2 Kwadungan di resmikan berdiri pada tanggal 2...